iklan banner

Kolom Gembala - Father Stu Oleh RD. Yustinus Kesaryanto

“Father Stu”

Oleh : Rm Y. Kesaryanto, Pr

“Hidup akan memberimu banyak alasan untuk marah, tetapi kamu hanya butuh satu alasan saja untuk  bersyukur

Kalimat yang indah dan memiliki makna mendalam tersebut  adalah sebuah petikan pembicaraan dari film yang berjudul “Father Stu.” Sebuah film yang diangkat dari kisah nyata.  Film yang  dirilis pada tahun 2022 ini disutradarai oleh Rossalin Ross,  istri dari Mell Gibson. Dimana Mell Gibson sendiri memerankan sebagai ayah dari Stuart Long ( Father Stu). Sedangkan Tokoh utama film ini diperankan oleh Mark Whalberg, sebagai Romo Stu. Kedua aktor kawakan ini sudah tidak asing lagi dalam meramaikan jadad perfilman di Hollywood. Saya atau anda mungkin masih mengingat film-film aksi mereka.  Misalnya Mark Wahlberg dalam film Max Payne (2008), Lone Survivor (2013), Contra Band (2012) dan baru-baru ini Uncharted (2022). Mell Gibson dalam Brave Heart (1995), The Patriot (2000), The Passion Of the Christ (2014). Kini  kedua aktor tersebut membintangi sebuah film yang jauh dari baku tembak ataupun aksi keren mereka dalam menghajar penjahat. Keduanya berkerjasama dalam mengisahkan perjalanan iman Stuart Long dari seorang juara tinju menjadi seorang imam .

Patut diacungkan jempol bahwa tujuan kedua aktor tersebut bukan merebut jutaan penonton untuk menghasilkan jutaaan dolar, melainkan untuk merebut banyak hati penonton untuk memberikan inspirasi tentang iman katolik. Maka tidak heran jika National Chatolic dalam salah satu artikrelnya menyebutkan bahwa Mark Whalberg pun turut mendanai pembuatan film ini demi tujuan yang mulia tersebut. Tidak hanya itu untuk memerankan father Stu, ia harus makan 11.000 kalori per hari, kurang lebih setara dengan 23 potong paham ayam, agar berat badannya bertambah. Sungguh dedikasi yang luar biasa menurut saya. Oleh karena itu dikolom gembala kali ini, saya hendak membagikan inspirasi tersebut.

Mari kita Kembali pada petikan kalimat diatas. Untuk mendalaminya, kita mulai dari awal kisah film ini. Kisah diawali dengan adegan Stuart Long sedang beraksi diatas ring tinju mengalahkan lawan-lawanya. Aslinya ia memang seorang juara tinju dan pernah meraih Golden Gloves pada tahun 1985 di Montana, Amerika Serikat.  Namun keinginannya untuk menjadi petinju profesional harus kandas ketika ibunya dan dokter melarangnya untuk berhenti bertinju lagi  karena cidera serius yang didapatnya ketika berhadapan dengan seorang petinju yang mematahkan rahangnya. Berhenti dari dunia tinju, ia pun mengadu nasib ke Los Angles tahun 1987. Ia bercita-cita ingin menjadi Aktor, namun nasib berkata lain ia hanya mengisi beberapa iklan serta bermain figuran dalam beberapa film. Adegan diawal  ini ingin menunjukan karakter Stuart Long  yang pemarah, pendendam dan masa bodoh akan orang disekitarnya. Ia memiliki masa kecil yang suram, kurang kasih sayang  sang ayahnya yang berubah menjadi  alkoholik Ketika  berpisah dengan istrinya (ibu Stuart Long) karena kematian adiknya. Karakter Stu yang seperti ini pada alur kisah selanjutnya perlahan-lahan akan berubah seratus delapan puluh derajat. Saya melihat erubahan tersebut melewati beberapa tahap yang merupakan perjalanan iman  Stuart long.

Tahap Baptisan

Momen Baptis terjadi pertama-tama bukan karena Stuart mau mengenal Tuhan atau tertarik dengan gereja katolik.  Namun berawal ketika ia menyukai seorang gadis bernama Cindy Carmen.  Seorang katolik “tulen dari keluarga katolik yang taat. Carmen mau pacaran dengan Stu kalau ia dipabtis. Tanpa berpikir panjang, Stu pun mengiyakan untuk dipabtis. Setelah mengikuti pelajaran katekumen, ia pun dibabtis tahun 1994 . Pada momen  ini  Stuart mulai mengenal tradisi gereja katolik. Ia mulai memimpin doa makan secara katolik, yang  seumur hidupnya  belum pernah dilakukan, apalagi dirumah calon mertuanya. Ia juga mulai mencoba untuk melakukan pengakuan dosa, walau ia tidak sepenuhnya paham dengan sakramen ini. Dan malah berdebat dengan romonya kenapa harus menyebut dosa-dosa lagi karena dosanya terlalu banyak,  lebih mudah menyebut daftar kebaikannya. Mengapa tak simpel langsung diampuni saja. Pada tahap ini, walaupun ia sudah dibaptis dan menjadi katolik, ia hanya menjalankan begitu saja rutinitas tradisi katolik yang ada dan imannya terasa kering. Ia belum membuka diri atas sentuhan Tuhan. Ia masih menjadi pribadi yang pemarah dan pendendam.

Tahap Pengalaman Iman

Pada tahap berikutnnya adalah  moment dimana Stuart mengalami Kecelakaan hebat pada tahun 1992 yang hampir merenggut nyawanya. Namun mukjizat lewat doa membuat dia bisa kembali pulih dari koma. Pada tahap ini Stuart mendapat pengalaman iman yang mengubah cara pandang dan hidupnya. Saya melihat sang sutradara mengambil angle tersendiri, menggambarkan pengalaman iman tersebut. Stuart berjumpa dengan seorang pria di Bar sebelum terjadi kecelakaan.  Sepertinya Tuhan sendiri  yang menyapa, mengarahkannya dengan penuh kesabaran lewat pria tersebut untuk membuka hatinya melepaskan kemarahan dan dendamnya. “Hidup akan memberimu banyak alasan untuk marah, tetapi kamu hanya butuh satu alasan saja untuk  bersyukur,  Itulah perkataan sang pria misterius yang mengusik hati Stuart setelah ia pulih dari komanya.

Tahap Tanggan atas Pengalaman Iman

Alasanya apa yang membuatnya harus bersyukur? Stuart mencari jawaban atas pertanyan tersebut, sampai akhirnya ia menemukan jawabannya yaitu rahmat yang telah ia terima dalam babtisan. Ia telah ditebus, diampuni atas dosanya. Rahmat penebusan, diampuni atas dosa oleh Tuhan adalah alasan untuk  bersyukur.  Namun bentuk syukur yang diambil oleh Stuart  dalam menanggapi rahmat Tuhan terebut, tidak mudah diterima bagi orang-orang dekatnya. Sebab ia memutuskan untuk menjadi seorang imam untuk melayani Tuhan. Cara berysukur yang amat mulia ini mengagetkan calon tunangannya, bahkan orang tuanya. Dan mereka memberi sejuta asalan agar Stuart mengurungkan niatnya. Namun keinginan Stuart yang gigih dan tak bisa lagi dihalangi oleh siapapun bahkan oleh Uskup yang membaca surat lamarannya dan sempat meragukannya untuk menjadi calon imam. Hal yang menarik pada tahap ini adalah ketika Stuart Long menanggapi pengalaman iman tersebut. Ia tidak berhenti pada sebuah pengalaman dan  pertanyaan. Tapi ia mencari jawabannya dan melakukan langkah konkret dalam hidupnya memilih panggilan menjadi imam.

Tahap  Pergumulan

Perjalanan menuju imamat frater Stuart Long ternyata tidak semulus yang dibayangkan. Setelah ia meninggalkan segala-galanya (impiannya menjadi aktor dan calon tunangannya), kini ia merasa ditinggalkan  oleh Tuhan. Ditengah semangatnya menggapai imamat, ia harus mengalami penyakit polimiositis akibat kecelakan yang dialamiinya pada waktu itu.  Akibat dari penyakit tersebut, ia mengalami  peradangan pada otot yang menyebabkan terjadinya kelemahan pada  otot-ototnya  dan lama kelamaan membuatnya  tidak bisa berjalan atau menggerakan bagian tubuh lainnya. Kekecewaanya bertambah ketika ia mendengar bahwa penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan sampai akhirnya ia menemui kematiannya. Pergumulan Frater Stu tidak sampai disitu ia juga harus menerima kenyataan bahwa pihak Keuskupan meragukannya untuk ditahbiskan sebagai imam karena penyakitnya yang membuatnya nanti tidak bisa mempersembahkan sejumlah sakramen.

Tahap Pendamaian dan Keiklasan

Pergumulan yang menjadi perang batinnya adalah mengapa ketika menanggapi rahmat penebusan lewat pelayanan menjadi imam, justru  tidak mendapat kebaikan malah sebaliknya mendapat bertubi-tubi hal yang buruk terjadi. Itulah kacamata Frater Stu pada waktu itu, sampai akhirnya pengalaman iman tersebut terus dipertajam, sehingga ia bisa berdamai dengan situasi dan penyakitnya. Dan ia menyadari bahwa pengorbanannya untuk menjadi imam tidak perlu harus mendapat ganjaran dengan kebaikan yang ia harapkan, tetapi bahwa ia sudah menerima lebih dahulu ganjaran tersebut yaitu rahmat penebusan lewat baptisan. Itulah alasanya untuk tetap bersyukur dalam pergumulannya. Ia merasa bantinya lebih damai dan penuh keiklasan menjalankan tugas hidupnya karena Tuhan tidak meninggalkanya melainkan  telah menyayanginya lebih dahulu lewat rahmat penebusan. Pada akhirnya Uskup Goerge  Thomas  menahbiskan Frater Stuart Long, melalui keputusan yang diambil lewat doa. Ia mengaku dalam wawancara dengan The Pillar, sebuah media chatolic, bahwa ia terus menerus mendapat insight dalam doa “dalam penderitaan ada kekuatan, tahbiskanlah dia”

Romo Stu ditahbiskan pada  tanggal 14 desember 2007 di Katedral St. Helena, Montana. Ia seorang imam diosesan untuk Keukuspan Helena, di Montana, sebuah negara bagian di  Amerika Serikat. Setelah tahbisan Ia ditugaskan sebagai pastor paroki Little Flower di Blackfeet reservation Browning, Montana. Tahun 2010 ia pindah ke Nurshing Home, Big Sky Care  Center di Helena.  Ia tetap melayani mereka yang berkonsultasi, meminta doa dan mendengarkan pengakuan dosa.  Ia meninggal pada  9 juni 2014 di usia ke 50 karena penyakit yang dideritannya. Dalam pengakuan umat yang dilayani pada The Pillar,  romo Stu adalah seorang pendoa yang baik dan bapa pegakuan yang tekun. Beberapa mukjizat terjadi berkat doa-doanya untuk umat yang dilayaninya. Seorang ibu yang janinya tidak berkembang akhirnya berkembang dengan baik. Seorang umat yang terkena kanker ganas Glioblastoma tahap IV, sembuh total. 

Sebuah Refleksi  

Perjalanan iman Romo Stu memang cukup menarik untuk disimak. Bukan saja karena dikemas lewat alur kisah yang dramatis dan humoris, tetapi menjadi menarik karena memiliki tahap demi tahap dalam perjalanan imannya. kita bisa bercermin dimana posisi kita dalam tahap-tahap tersebut.  Setiap tahapan itu memiliki kisahnya tersendiri dalam membentuk iman. Dan pada akhirnya tahapan  perjalanan iman tersebut  menjelaskan  apa alasan kegigihan Romo Stu untuk mau tetap berjuang melayani Tuhan  walau ia mendapat penyakit yang tak tersembuhkan.  Jawabannya tak lain adalah karena ia sudah mendapat rahmat penebusan dalam babtisan. Kegigihan dalam Perjuangan dan pergumulannya melayani Tuhan adalah bentuk ungkapan syukur atas rahmat penebusan tersebut.  Ia tidak mencari upah atau ganjaran dalam pilihan pelayanannya  menjadi imam, karena baginya Tuhan sudah mengganjarnya diawal, lewat rahmat penebusan yang telah diterima dalam baptisan tersebut.

Sering kali cara padang  umat beriman terhadap Tuhan memakai pola hitung-hitungan, seperti tuan dan hamba. Apabila saya telah menjalankan perintah agama, menjadi hamba yang taat atau sudah melayani Tuhan,  lalu apa upah saya, apa berkat yang saya dapat. Cara pandang seperti ini tidak hanya dialami oleh kebanyakan umat beriman, melainkan juga dialami para murid-murid Tuhan Yesus. Lebih tepatnya sebelum peristiwa kenaikan Tuhan.  Misalnya  kita ingat perdebatan para murid soal siapa yang terbesar diantara mereka (Mat:18:1-18); Lalu permintaan Ibu Yohanes dan Yakobus soal duduk disebelah kanan dan kiri Yesus (Mat 20 : 20-28). Atau yang lebih tegas lagi pertanyaan dari Petrus kepada Yesus,  “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" (Mat 19:27-30, Mark10:28–31, Luk18:28–30). Setelah meninggalkan keluarga dan pekerjaanya mengikuti Yesus, mereka berharap mendapat ganjaranya untuk mendapatkan kehormatan atau jabatan. Cara pandang tuan dan hamba yang berorientasi pada upah sebagai ganjaran dapat berujung pada kekecewaan apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kita tau kisah dua murid Emaus yang pulang kampung karena mengalami kekecewaan berat. Sebab mereka merasa tidak mendapat upah apa-apa sebagai ganjaran mengikuti Tuhan. Sebaliknya Yesus malah wafat dikayu salib. ( Luk 24 : 13-35)

Namun cara pandang tersebut berubah setelah peristiwa kebangkitan Yesus. Seolah mereka memasuki tangga naik dalam perjalanan iman mereka.  Para murid dibuka pikirannya oleh Tuhan sehingga mengerti isi kita suci ( Luk 24 : 24). Mereka tidak lagi memikirkan soal upah  yang mereka harapkan, melainkan mereka ingat akan perkataan Yesus bahwa  wafat dan kebangkita-Nya  sebagai pengampunan  atas dosa  (Luk 24 : 47). Itulah Rahmat lebih dari sekedar upah, yang telah mereka  dapatkan. Alasan dasar ini pula yang mendorong para murid untuk menjadi saksi kepada segala bangsa (luk 24 : 27-28). Cara pandang para murid kini menjadi baru. Dorongan mereka menjadi saksi bukan lagi karena ingin mencari “upah”,entah penghormatan, jabatan, kelimpahan rejeki  atau  kepentingan mereka, melainkan karena didodorong oleh rasa syukur atas rahmat penebusan tersebut. Mereka telah menerima Rahmat itu di muka.

Cara pandang kita  terhadap Tuhan,  yang seperti itu, memungkinan kita untuk menyadari dan  mensyukuri rahmat penebusan yang telah kita terima lewat baptisan. Hal tersebut akan mengubah prilaku keagamaan kita. Jika kita beribadah, maka akan beribadah dengan iklas dan tulus, tanpa gelisah akan mendapat surga atau tidak;  Jika kita melayani (di keluarga, komunitas, paroki) , maka akan  melayani dengan iklas tanpa dihantui sikap pamrih,atau kecewa; Jika kita memohon kepada-Nya, maka akan memohon dengan iklas tanpa khawatir tidak dikabulkan. Karena ganjarannya sudah kita dapat di muka. Dan kebaikan Tuhan tidak ada yang dapat mengukurnya. Namun untuk sampai ketahap seperti para murid atau Romo Stu, mari kita mulai melangkah tahap demi tahap  dalam perjalanan iman kita. 

Tak terasa perjalanan iman  umat paroki harapan indah sudah sampai pada angka ke 7, pada hari ulang tahun paroki yang kita rayakan tanggal 15 Mei 2022 kemarin. Pertanyaan reflektif yang patut kita ajukan adalah, sudah sampai mana perjalanan iman kita? Apakah masih pada tahap selalu menuntut ganjaran dari Tuhan? Ataukan sudah sampai pada tahap pengalaman iman yang mengubah  cara pandang kita kepada Tuhan untuk melakukan  segala sesuatu yang baik dengan gigih sebagai ungkapan syukur karena sudah mendapat Rahmat pengampunan lewat baptisan tersebut. ( Roma 3 : 21-31) .

Penulis : RD Yustinus Kesaryanto & Publisher : FX Rudy - Tim PARPOL  [Partisipan Pelayan Online]  Paroki Harapan Indah Bekasi

0 Response to "Kolom Gembala - Father Stu Oleh RD. Yustinus Kesaryanto"

Posting Komentar

Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !

Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah

text gambar text gambar text gambar text gambar text gambar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel